Motif Batik Tulis Tradisional

Batik Tulis Tradisional memiliki motif yang luar biasa indah bila dipandang. Motif Batik Tulis ini memiliki nama tersendiri dan menyiratkan makna dari nama yang disandangnya.

SIDO MUKTI, berbentuk dasar belah ketupat, yang bercorak latar putih berisi sayap kupu-kupu, tumbuhan, bangunan rumah atau joli dan isen-isen ukel. Motif ini melambangkan harapan bahwa nantinya pemakainya akan bahagia, baik lahir maupun batin. Hubungan batin antara manusia dan Tuhan dilambangkan dengan lukisan sayap, sedang hubungan lahiriah di lukiskan dengan lukisan joli, alat untuk mengusung mempelai pengantin sebagi wahana tempat pasangan suami-istri menuju kebahagiaan. Motif SIDO MUKTI ini biasanya dipakai oleh kedua mempelai pengantin pada saat melangsungkan pernikahan dengan adat Jawa


TRUNTUM,corak dengan taburan bunga-bunga kecil yang baru mekar memenuhi seluruh kain. Kata truntum berasal dari kata TUMARUNTUN yang artinya saling menuntun. Arti lain yaitu dari kata TUMTUM yang bermakna tumbuh, bermakna bahwa nantinya calon pengantin nantinya akan memperoleh kebahagiaan baru setelah melangsungkan acara ijab kabul. Sedangkan truntum dari kata TENTREM menggambarkan suatu keadaan tenteram dalam lingkungan masyarakat. Motif ini biasanya dipakai oleh orang tua mempelai pengantin saat mendampingi putra-putrinya melangsungkan pernikahan

Batik Tulis Tradisional


Batik Tulis Tradisional telah diakui oleh dunia sebagai karya seni asli Bangsa Indonesia yang bernilai tinggi. Disamping memiliki keindahan luar biasa pada motif yang digunakannya, Batik Tulis Tradisional juga memiliki keindahan rohaniah dari makna tertentu dari motif tersebut. Batik Tulis Tradisional masih bisa dijumpai di kota-kota batik di Indonesia seperti Cirebon, Pekalongan, Yogyakarta dan Surakarta.

Masing-masing daerah memiliki batik bercirikhas tersendiri. Batik Tulis Tradisional khas Surakarta Hadiningrat dengan motif klasik/ kuno bisa di jumpai dan diperoleh di Rumah Batik Gunawan Setiawan, Jl. Cakra 21, Kampung Wisata Batik Kauman, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Rumah batik ini berkomitmen melestarikan karya bangsa yang adiluhung dengan tetap memproduksi Batik Tulis Tradisional ditengah membanjirnya produk tekstil mirip batik yang di buat dengan tehnologi modern namun terkesan hanya mengejar keuntungan ekonomi semata. Di workshop Batik Gunawan Setiawan dapat disaksikan seragkaian proses pembuatan Batik Tulis Tradisional, yang terangkum secara berurutan sebagai berikut

  • Loyor, kain mori pabrikan dipotong dan dibersihkan kanjinya (kandungan tapioka) dengan dicelup kedalam air panas yang dicampur dengan merang.
  • Kemplong, setelah bersih dari kanji, kain dikemplong untuk dipadatkan seratnya.
  • Mempola, membuat pola motif batik di atas kain, biasanya menggunakan pensil.
  • Mbathik, menempelkan lilin batik (malam) cair pada kain sesuai dengan pola yang telah dibuat dengan menggunakan alat bernama chanthing.
  • Nembok, menutup bidang kain yang tetap dibiarkan putih dengan lilin batik tembokan.
  • Medel, mencelup mori kedalam warna alam yang dikehendaki. Untuk warna gelap atau hitam biasanya menggunakan nila.
  • Ngerok dan Nggirah, menghilangkan lilin pada bidang kain yang akan diberi warna lain menggunakan alat kerok atau serut.
  • Mbironi, menutup bidang yang akan dibiarkan tetap berwarna putih serta bidang lain yang terdapat cecek (titik-titik).
  • Nyoga, mencelup mori kedalam pewarna coklat.
  • Nglorod, menghilangkan lilin batik dengan mencelup ke dalam air yang mendidih.

Proses nglorod ini adalah proses terakhir sebelum kain batik dikeringkan dan siap diproses selanjutnya menjadi busana atau produk batik yang lain

Sekilas tentang Batik


Batik merupakan seni budaya bangsa Indonesia yang sangat dikagumi dunia dan dihasilkan melalui teknologi celup sehingga menghasilkan keindahan warna dan corak yang alami. Budaya batik juga tidak lepas dari pengaruh zaman, lingkungan, adat dan budaya.

Berbagai nilai yang terkandung di dalam batik Indonesia, tak hanya terlihat pada keindahan penampilan, kecantikan, kerumitan pola dan keserasian warna saja, melainkan lebih dari itu juga menghadirkan keindahan rohani yang melalui berbagai ragam hias dalam penyusunan polanya dengan makna filosofi yang mendalam. Keindahan rohaniah inilah yang tidak dimiliki oleh seni batik yang dibuat di negara lain.

Dalam budaya Jawa, batik merupakan suatu hasil dari proses yang panjang. Seperti contoh BATIK KRATON yang menampilkan pola serta ragam hias dari Zaman Hindu-Jawa. Hal ini terkait dengan keyakinan bahwa hampir semua pola-pola keraton itu mengandung filosofi dan arti.

BATIK SAUDAGARAN yaitu hasil karya saudagar batik yang menampilkan pola tradisional yang disesuaikan dan diperkaya dengan selera dan corak lingkungan para pelaku niaga tersebut. BATIK PETANI terbentuk melalui penyesuaian antara pola-pola tradisional dilingkup lingkungan pedesaan. Pada masa penjajahan Belanda, timbul pengaruh penjajah sehingga muncul yang bernama BATIK BELANDA. Begitu juga saat penjajahan Jepang, batik hadir dengan warna yang berpola bunga selaras dengan cita rasa ciri orang Jepang, yang bernama BATIK DJAWA HOKOKAI.

Atas prakarsa Presiden Soekarno terciptalah BATIK INDONESIA yang memadukan pola batik klasik dan pola batik pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia dengan tatanan corak batik pesisiran.